Jumat, 05 Oktober 2012

USHUL FIQH


Jinayat
Fiqh Jinayat atau istilah hukum disebut dengan delik atau tindak pidana merupakan pengetahuan tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan hukumannya.tetapi, selain membahas tentang berbagai macam tindak pidana, fiqh jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing pelanggaran. Jadi, segala perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an) akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits, maupun oleh ulil amri atau hakim itu sendiri.

A.    Definisi jinayat
Secara bahasa, kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sedangkan orang / pelaku yang melakukannya disebut Mujrim.
Menurut istilah syar’i, kata jinaayah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau membayar diat. (Manarus Sabil II: 315)
Abd al Qodir Awdah mengungkapkan bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Jadi , dapat disimpulkan bahwa jinayat adalah perbuatan dosa besar atau kesalahan yang mengarah pada kejahatan (tindak pidana), yang diharamkan menurut Syara’ dan orang yang melakukannya dikenai Hudud  (hukuman-hukuman ) atau sanksi pidana menurut ketentuan syara’.

B.    Macam – macam Jinayat

1. Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, apa pun bentuknya, apabila suatu tindakan tersebut dapat menghilangkan nyawa, maka ia dikatakan membunuh.
Pembunuhan terbagi tiga:

a. Pembunuhan yang disengaja
Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seseorang yang secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya (tak bersalah).
Adapun untuk pembunuhan yang disengaja dan terencana, maka pihak wali dari terbunuh diberi dua alternatif, yaitu menuntut hukum qishash, atau memaafkan dengan mendapat imbalan diat.

b. Pembunuhan yang seperti disengaja
Adapun yang dimakasud syibhul ’amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seseorang bermaksud tidak memukulnya, yang secara kebiasaan tidak dimaksudkan hendak membunuhnya, namun ternyata oknum yang jadi korban meninggal dunia. Kejadiannya bisa juga seperti ini, ketika seseorang memukul orang lain tidak dengan benda yang mematikan dan tidak pula mengenai organ tubuh yang vital dan sensitif seperti otak, jantung, dll, dan orang tersebut meninggal dunia. Hal seperti itulah yang dikatakan sebagai pembunuhan yang seperti disengaja.
Dalam hal ini tiada wajib qisas (balas bunuh) bagi si pembunuh, tetapi diwajibkan ke atas keluarga pembunuh untuk membayar diyat mughallazah (denda yang berat) dengan secara beransur – ansur selama tiga tahun kepada keluarga korban.

c. Pembunuhan yang tidak di sengaja
Sedangkan yang dimaksud pembunuh yang tidak disengaja ialah seseorang yang melakukan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang tanpa disengaja. Ketika seseorang melakukan hal yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan atau semisalnya, ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.
Bagi si pembunuh tidak dikenakan qisas (balas bunuh) tetapi dia dikenakan diyat mukhafafah (denda yang ringan). Diyat itu dibayar oleh adik-beradik pembunuh dan bayarannya boleh ditangguhkan selama tiga tahun.

2. Pencurian
Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa izin).
Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.

3. Perzinahan
Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan.
Sanksi hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoer mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah.
Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan apabila sudah terbukti melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang saksi atau alat bukti.
Perzinahan diharamkan oleh Islam karena :
1) Menghancurkan garis keturunan dan putusnya hak waris.
2) Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya.
3) Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan kemanusiaan.
4) Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular.

4. Qadzaf
Qadzaf adalah menuduh orang lain melakukan perzinahan. Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.

5. Muharobah
Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang aturan perundang-undangan.
Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang berbentuk perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan ketertiban umum.
Sangsi hukum pelaku muharobah adalah :
1. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda.
2. Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang.
3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh.

Dalam jinayat ini dijelaskan pula hudud, qishash serta diyat sebagai bentuk klasifikasi hukuman bagi pelaku jinayat .


.
Hudud
A.    Definisi hudud
Hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang artinya sesuatu yang membatasi dua benda.
Menurut bahasa, kata had sendiri adalah al-man’u (Cegahan)
menurut syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama (Manarus Sabil II: 360).
Dengan demikian Hudud adalah hukuman-hukuman tertentu yang wajib dikenakan pada orang yang melanggar larangan-larangan tertentu dalam agama. Seperti zina, menuduh zina, Qadzaf dan lain sebagainya karena hukuman tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang dikenai hukuman itu tidak mengulangi perbuatan  yang menyebabkan dia dihukum.

B.    Pembagian had

1.      Hadd Qadzaf
Orang yang seseorang berbuat zina, maka hukumannya didera sebanyak 80 kali. Adapun hadd qadzaf bagi hamba sahaya yang menuduh berbuat zina adalah separuh dari yang merdeka yaitu didera 40 kali.

 2.      Hadd Minuman Keras
Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa hadd bagi peminum khamar adalah 80 kali pukulan. Mereka beralasan bahwa para sahabat setelah bermusyawarah menetapkan secara ijma’ bahwa hadd minuman keras adalah 80 kali.
Imam Syafi’i, Abu Dawud dan ulama-ulama Zhahariyah berpendapat bahwa hadd bagi peminum khamar adalah 40 kali pukulan. Tetapi, Imam atau Hakim dapat  menambah 40 kali sehingga mencapai 80 kali pukulan.

3.      Hadd Mencuri
Berdasarkan hadits nabi, maka urutan pemberian hadd pada pencuri menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i adalah sebagai berikut:
a.      Jika mencuri untuk pertama kali maka dipotong tangan kanannya
b.      Jika mencuri untuk kedua kali maka dipotong kaki kirinya
c.       Jika mencuri untuk ketiga kali maka dipotong tangan kirinya
d.      Jika mencuri untuk keempat kali maka dipotong kaki kanannya
e.      Jika mencuri untuk kelima kali dan untuk seterusnya hukumanya adalah dita’zir dan dipenjara sampai bertaubat (jera).
Selain pencuri harus dihukum dengan hukuman diatas, pencuri juga mengembalikan barang curiannya jika sudah tidak ada maka harus diganti dengan yang lain.



.
Qishash
diterangkan dalam salah satu ayat dalam Al qur’an tentang qishash
1. Semua anggota tubuh ada qishashnya. Hal ini selaras dengan firman-Nya, ‘Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak qishahs) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.’ (QS. Al-Maidah : 45)

2. Dan dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. [al-Baqarah/2:179]

 A.    Definisi qishash
Qisas adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa".
 Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.

B.    Pembagian qishash :
1.Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
2.Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan
anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.

C.     Ketentuan qishash   
a. Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qishash bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
b. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qishash bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
c. Orang yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.
d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang sama telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
f. Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa oran g kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR. Turmudzi dan Nasaâ’)

D.    Syarat diwajibkannya qishash
qishash dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi syarat berikut:

1. Jinâyat (kejahatan) nya termasuk yang disengaja. Ini merupakan ijmâ’ para Ulama sebagaimana dinyatakan Ibnu Qudâmah rahimahullah : ‘Para Ulama berijmâ` bahwa qishâsh tidak wajib kecuali pada pembunuhan yang disengaja dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara mereka dalam kewajiban qishâsh karena pembunuhan dengan sengaja, apabila terpenuhi syarat-syaratnya.[9]

2. Korban termasuk orang yang dilindungi darahnya (‘Ishmat al-Maqtûl) dan bukan orang yang dihalalkan darahnya, seperti orang kafir harbi dan pezina yang telah menikah. Hal ini karena qishâsh disyariatkan untuk menjaga dan melindungi jiwa.

3. Pembunuh atau pelaku kejahatan seorang yang mukallaf yaitu berakal dan baligh. Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan: ‘Tidak ada perbedaan pendapat di antara para Ulama bahwa tidak ada qishâsh terhadap anak kecil dan orang gila. Demikian juga orang yang hilang akal dengan sebab udzur, seperti tidur dan pingsan. [10]

4. At-takâfu‘ (kesetaraan) antara korban dan pembunuhnya ketika terjadi tindak kejahatan dalam sisi agama, merdeka dan budak. Sehingga tidak diqishâsh seorang Muslim karena membunuh orang kafir; dengan dasar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَيُقْتَلُ مُسْلِمُ بِكَافِرٍ

Tidaklah dibunuh (qishâsh) seorang Muslim dengan sebab membunuh orang kafir. [11]

5. Tidak ada hubungan keturunan (melahirkan) dengan ketentuan korban yang dibunuh adalah anak pembunuh atau cucunya, dengan dasar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَيُقْتَلُ الوَالِدُ بِوَلَدِهِ

Orang tua tidak diqishâsh dengan sebab (membunuh) anaknya.[12]

Sedangkan anak bila membunuh orang tuanya tetap terkena qishâsh.



Diyat
Dalam Al Qur'an surat An-Nisa: 92 disebutkan :

"Dan siapa yang membunuh seorang mukmin karena kesalahan, (biarkan), ia membebaskan budak percaya dan membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (dia membunuh itu).

A.    Definisi diyat
Diyat adalah hukuman yang telah ditentukan betasannya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan, ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata. Atau dengan kata lain , diyat merupakan pengganti yang baik untuk jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh jika wali atau ahli waris terbunuh memaafkan pembunuhan yang disengaja bahwa tidak ada unsur pembunuhan didalamnya.

 Secara bahasa, diyat adalah harta yang diperuntukkan untuk korban tindak kejahatan atau wali.

B.    Ketentuan  diyat

Diyat dijatuhkan oleh hakim atas:

1. Orang yang telah terbukti secara sah menurut hukum membunuh orang Mukmin, secara tidak di sengaja atau mirip sengaja. Namun, apabila ahli waris korban merelakan diyat tersebut, terhukum dan keluarganya tidak wajib membayar diyat tersebut.

2. Orang yang telah terbukti secara sah menurut hukum membunuh kafir dzimmi (orang kafir yang mengadakan perjanjian untuk tidak saling memerangi dengan orang Islam).

3. Orang yang dijatuhi hukuman karena qishâsh (pembunuhan atau pelukaan dengan sengaja),tetapi dimaafkan oleh ahli waris korban.





C.     Takaran diyat

1.      Diyat laki-laki setengah dari diyat seorang Muslim, wanita mereka setengah dari diyat wanita Muslimah, baik itu yang berhubungan dengan diyat jiwa, anggota tubuh ataupun luka, baik itu pembunuhan yang disengaja ataupun hanya karena kesalahan.
2.      Diyat orang musyrik penyembah berhala dan orang majusi tsulutsai 'usyur diyat muslim, wanitanya setengah dari itu.
3.      Diyat janin apa bila sampai keguguran yang disebabkan oleh kejahatan seseorang terhadap ibunya adalah seorang budak laki-laki ataupun budak wanita, harganya sama dengan lima ekor unta, atau sepersepuluh diyat ibunya. Sedangkan diyat seorang budak belian, adalah harganya, baik kecil ataupun besar.



 Ta’zir

A.    Definisi ta’zir
Ta'zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara'.

Ta'zir dalam bahasa Arab ditafsirkan sebagai penghinaan.Sedangkan secara terminologi hukum Islam adalah tindakan instruktif terhadap pelaku tindakan dosa yang tidak ada kepastian hukumnya. Atau dengan kata lain adalah sebuah kalimat yang ditentukan oleh hakim untuk perbuatan pelaku pidana atau tidak bermoral yang kalimat belum ditentukan oleh syari'at atau tidak ada kepastian hukum.
Seperti , mencuri di bawah satu nishab.

B.    Bentuk ta’zir
Hukuman ta'zir kadang-kadang dengan kata-kata menghina, peringatan dan saran, dan kadang-kadang sesuai dengan kondisi yang ada.
 Seperti halnya ta'zir dilakukan dengan pemukulan, kurungan, pasungan, pengasingan.
Tidak harus dihukum ta'zir untuk mencukur jenggot, menghancurkan rumah-rumah,
Mencabut tanaman kebun, laha merusak dan pohon. Serta tidak boleh memotong hidung, telinga, bibir, jari, tangan, karena ini belum pernah dilakukan oleh para sahabat.

C.     Tanggung jawab ta’zir
 Hukum ta'zir sepenuhnya merupakan tanggung jawab hakim. Karena dia orang yang memegang tampuk pemerintahan kaum muslimin. Dan dalam "Subulus-salaam" buku disebutkan: " ta'zir hukum tidak diperbolehkan selain imam Kecuali dari tiga orang dengan kategori berikut:

1. Ayah, tetapi ayah tidak diperbolehkan anak menta'zir yang telah Baligh, bahkan jika anak-anak mereka yang dikategorikan idiot.

2. Majikan, majikan diperbolehkan hamba yang baik menta'zir peduli dengan hak sendiri atau dengan Allah.

3. Suami, suami istri diperbolehkan dalam cekcok masalah menta'zir seperti yang dijelaskan dalam Al Qur'an.

0 komentar:

Posting Komentar